top of page

Kapitalisme Di Dalam Secangkir Kopi

  • Writer: Budi Satria
    Budi Satria
  • Jan 10, 2020
  • 3 min read

Malam ini terasa begitu penat di badan karena serangkaian acara yg ku hadiri di 3 lokasi yg berbeda kota, dan kota terakhir yg ku kunjungi adalah Yogyakarta.


Siapa yg tak mengenal Yogyakarta , kota sejuta kenangan yang masih merawat dengan indahnya tradisi budaya dan kearifan lokalnya.


Tiba-tiba HP jadul ku bermerek legendaris di jamannya berdering....seorang kawan pendaki gunung telah melihat stories ku 😂...dia sembari berteriak gembira “ Kang...jangan lupa ngopi bareng, kita ngopi di sudut tugu dekat jalan Mangkubumi “ ... dan seketika ku jawab “ Siap brooo!!”

Itulah hebatnya mempunyai hobi mendaki gunung, banyak kawan di manapun kota yang aku singgahi. 

Hampir tak ku kenali kota Yogyakarta ini, padahal beberapa puluh tahun lalu aku sempat menitipkan diri hidup di kota ini dan sekarang yang ku jumpai serasa berada di Surabaya...macet nya juga luamayan luar biasa.


Singkat cerita aku berjumpa temanku ini sembari berjabat tangan erat melepas kerinduan lepas beberapa bulan atau hampir setahun tak larut dalam pendakian bersama.

Kami singgah di sebuah kedai kopi dekat tugu yang di miliki seorang anak milenial dengan gaya tata interior menyerupai kedai kopi kenamaan yang sering ku jumpai di Surabaya, kedai dengan gaya interior kekinian dengan perpaduan material dari bahan bekas pakai yang di kreasikan lebih menarik sebagai daya pikat pengunjung .

Ku pesan kopi Mandailing , kopi khas dari Aceh tanpa gula, kopi ini terkenal dengan aromanya yang menarik serta ciri khas rasa asam nya yang lekat di lidah....Mantaaaap ! sesuai harapan.


Percakapan tentang pendakian masih penuh semangat kami jadikan materi pertemuan ini, sangat mengalir tanpa batas.

Di sela-sela percakapan dengan temanku seperti biasanya aku melihat dan menelisik mereka yang datang berkunjung di kedai ini, mereka adalah anak-anak muda energik yang sayup-sayup ku dengar membicarakan tentang peluang usaha yang coba mereka wujudkan...KEREN !   Sungguh malam yang sangat menyenangkan bagiku , Ngopi, bertemu kawan se hobi dan mendengar percakapan anak-anak muda energik .


Tak terasa malam semakin  larut , aku mulai lelah dan harus berpamitan untuk beristirahat di salah satu hotel yg telah ku pesan melalui  sebuah aplikasi beberapa saat yang lalu karena ke esok harinya ada jadwal bertemu dengan salah satu partner kerja di Semarang....sampai jumpa lagi kawan!


Di kamar hotel aku masih terngiang dengan semangat anak-anak muda yang mulai percaya diri mewujudkan impiannya dengan berwira usaha.

Teringat aku dengan kotaku Surabaya, banyak sekali kedai-kedai kopi milik anak-anak muda tumbuh subur bak rumput di padang.

Ada yang masih eksis dan ada pula yang mulai berguguran.

Bagiku wajar ketika ber-wirasusaha kita harus siap dengan kondisi terburuk terhadap usaha yang kita miliki.

Mengkondisikan diri dalam ruang ketidakpastian menuju impian laksana burung yang bebas bergerak dan terbang tanpa ada ketersiksaan diri menjalankan kewajiban sebagai bagian dari rutinitas yang tidak di inginkan.


Kedai Kopi


Peluang usaha yang menarik dan mampu mendatangkan berbagai kalangan.

Kopi bagiku bagaikan bahasa persahabatan, ada pahit dan asam didalamnya seperti hidup, dan ada pula seni dan keringat didalamnya untuk mendapatkan rasa yang sempurna didalam "Secangkir Kopi".


Peluang bisnis kecil yang memiliki segmentasi luas ada di "Secangkir Kopi".



Kapitalisme


"Secangkir Kopi" bagiku adalah "remahan kecil roti kering" yang jatuh dari meja Tuan nya (Sang Pencipta) didalam sebuah bisnis.

Di masa lampau "Secangkir Kopi" masuk dalam ruang kecil bisnis pinggiran dan jarang sekali di sentuh kaum ber kapitalisasi besar.


Kini ..."remahan roti kering kecil" yang menjadi sarana anak-anak muda energik  berkarya telah menjelma bagaikan "Seorang Gadis Elok Rupawan" dimata para kaum ber kapitalisasi besar, dengan waralaba 24 jam (seperti apotik) mereka mencicipi "remahan kecil roti kering" ini .


Bagaikan sebuah medan laga peperangan.....satu persatu berguguran!


Pejuang yang berguguran ini adalah jiwa energik muda yang di miliki negeri ini.....mereka kalah peperangan karena terkepung dengan kaum kapitalisasi besar yang menyajikan modernisasi dan sejuknya ruangan yang tak mampu anak-anak muda ini wujudkan.


Kaum kapitalisasi besar ini mampu mencuri ide, keinginan dan hasrat dari sahabat anak-anak muda energik ini.


Dan....sekali lagi didalam ruang bisnis selalu ada korban dan harus siap menjadi korban dari musuh yang selama ini tidak pernah kita pikirkan.


Pikiranku menerawang jauh didalam "Secangkir Kopi".......ternyata nilai "Kapitalisme" ada disana, memakan jiwa-jiwa muda energik yang mau berjuang.


......................

......................

......................


Selamat malam kawan, aku mau isitirahat .....salam dari Yogyakarta !


 
 
 

Comments


©2018 by Budi Satria. Proudly created with Wix.com

bottom of page